Penelitian Diagnostik-remediasi Miskonsepsi. Pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi tulisan dari seorang dosen saya di prodi pendidikan fisika fkip untan. Tulisan dari bapak Leo Sutrisno ini menurut saya patut dimasukkan kedalam blog saya untuk melengkapi beberapa tulisan saya sebelumnya mengenai remediasi dan miskonsepsi. Jika teman-teman masih belum familiar dengan istilah remediasi dan miskonsepsi saya sarankan untuk membaca tulisan saya tentang remediasi dan miskonsepsi. Tulisan ini saya ambil dari kolom pontianak post. Selamat belajar
Penulis : Leo Sutrisno.
sumber : http://www.pontianakpost.com/penelitian-diagnostik-remediasi-miskonsepsi
Seorang kolega yang bertemu di ruang ujian Program Studi Pendidikan Fisika FKIP-Untan, di awal minggu ini, mengatakan akan melakukan penelitian implementasi kegiatan ‘remedial’ yang biasa dilakukan di sekolah. Ia menanyakan langkah-langkah yang baku kegiatan ‘remedial’. Di akhir diskusi ia menyarankan agara hasil diskusi kami berdua itu disajikan dalam kolom ini untuk pembaca yang lebih luas.
Terima kasih disampaikan kepada kawan ini, atas sarannya, mengingat kegiatan remedial (sesuai dengan istilah yang biasa digunakan) selalu dilakukan di setiap sekolah, terutama di akhir semester. Secara umum, semua siswa, yang memiliki nilai yang lebih rendah dari nilai standar kompetensi yang telah ditetapkan sekolah, diharuskan mengikuti kegiatan ‘remedial’ mata pelajaran yang bersangkutan. Isi kegiatan ‘remedial’ yang dilakukan sekolah adalah memberi tes ulang, kadang-kadang tidak cukup satu kali, kepada siswa yang bersangkutan sehingga memperoleh nilai sama atau lebih tinggi dari nilai standar kompetensi yang ditetapkan sekolah.
Dalam diskusi juga dibahas skripsi para mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika FKIP-Untan. Ternyata, hampir semua skripsi bertopik diagnostik miskonsepsi dan/atau remidiasi miskonsepsi siswa tentang konsep-konsep fisika, baik di jenjang SD/MI, SMP/MTs maupun SMA/MA. Keterangan dari sumber lain, diagnostik dan remediasi miskonsepsi menjadi penelitian payung program studi itu.
Kegiatan diagnostik dan remediasi miskonsespi dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari paham pembelajaran tuntas.Dalam paham ini disepakati bahwa bahan ajar yang harus dipelajari siswa itu disusun bagian-demi bagian secara hirarkis. Pembelajaran dianggap berhasil jika siswa yang bersangkutan tuntas menguasai bahan tersebut. Ketuntasan ini berlaku juga pada setiap bagiannya. Para siswa yang tidak tuntas diwajibkan mengikuti kegiatan remediasi sampai siswa yang bersangkutan tuntas. Baru kemudian, setelah tuntas, diijinkan mempelajari bahan ajar berikutnya. Dalam kerangka pikir ini, kegiatan remedial tidak diletakkan di akhir semester, tetapi terintegrasi dalam proses kegiatan mengajar-belajar setiap bagian bahan ajar.
Skirpsi para mahasiswa diarahkan pada cara menggali miskonsepsi dan cara meremediasi miskonsepsi. Gagasan diagnostik-remediasi miskonsepsi siswa itu analog dengan kerja seorang dokter yang mendiagnose penyakit yang diderita pasien dan cara mengobatinya. Keduanya mencari gejala-gejala yang menunjukkan seseorang tidak dapat ‘melakukan sesuatu’ dengan normal. Sebagai catatan, siswa yang menjadi sasaran penelitian miskonsepsi ini adalah siswa-siswa normal, bukan para ‘defabel’-bukan penyandang cacat baik fisik maupun psikis.
Diagram 1 menyajikan alur kegiatan proses pembelajaran tuntas. Misalnya, pembelajaran Bahan Ajar I. Siswa yang tuntas menguasai Bahan Ajar I diijinkan melanjutkan mempelajari Bahan Ajar II. Bagi siswa yang tidak tuntas harus mengikuti tes diagnostik dan remediasi. Lingkaran 1, 2, 3, 4 merujuk pada topik-topik besar yang ‘menaungi’ skripsi mahasiswa. Lingkaran 1 menaungi skripsi yang berfokus pada tes diagnostik. Di kelompok ini, ada kelompok skripsi yang khusus membuat tes diagnostik dan ada kelompok skripsi yang menemukan miskonsepsi. Lingkaran 2 menaungi skripsi yang berfokus pada cara meremediasi miskonsepsi yang telah ditemukan oleh kelompok Lingkaran 1. Lingkaran 3 menaungi kelompok skripsi yang mengintegrasikan kegiatan remediasi dalam proses mengajar-belajar. Kelompok ini ingin ‘memotong’ waktu ekstra yang khusus untuk kegiatan remediasi seperti yang dilakukan dalam Lingkaran 2. Para guru, memulai pelajarannya dengan menggali miskonsepsi siswa di kelasnya tentang bahan yang akan dipelajari. Kemudian, temuan miskonsepsi itu langsung ditangani saat itu selama proses pembelajaran berlangsung. Lingkaran 4 menuangi kelompok skripsi yang berfokur pada telaah kembali skripsi-skrisi yang telah dilakukan, baik dengan metaanalisis maupun metaetnografi. Beberapa dosen melalukan penelitian pada Lingkaran 5 (tidak tampak pada Diagram 1). Penelitian ini diarahkan pada mengembangkan metodologi penelitian yang cocok untuk kegiatan diagnostik-remediasi, misalnya disain percobaannya.
Inilah penelitian yang telah dilakukan di Program Studi Pendidikan Fisika FKIP-Untan. Penelitian payungnya adalah diagnostik-remediasi. Sesungguhnya, adalah satu lingkaran lagi yang luput dilakukan, yaitu lingkaran diseminasi hasil penelitian. Lingkaran ini merupakan kelompok penelitian yang dikhususkan pada penyebaran ke masyarakat pengguna hasil-hasil penelitian baik yang berupa tes diagnostik, kumpulan miskonsepsi fisika maupun teknik-teknik remediasi miskonsepsi. Sehingga, kelompok ini dapat dimasukkan ke dalam Lingkaran 6.
Semoga sajian ini dapat memperkaya wawasan pembaca kolom ini khususnya mereka yang ingin mendalami bidang ‘remedial di sekolah’. Semoga!.
source : http://www.pontianakpost.com/penelitian-diagnostik-remediasi-miskonsepsi
Jika ingin diskusi lebih lanjut silahkan tinggalkan komentar