Jam tepat
menunjukkkan pukul 12.31. Seorang pria muda tampak masuk kedalam ruangan
membawa kumpulan kunci-kunci. Entah berapa banyak yang pasti dia hapal
masing-masing kunci. Pria tersebut memilliki tinggi badan 162 cm dengan
ketelitian +/- 2 cm. Rambutnya tampak hitam dengan emisitas yang hampir
mendekati 1 dibeberapa bagian tampak putih seperti bintik bintik matahari.
Janggutnya tampak hitam kecoklatcoklatan. Wajahnya tampak kecoklatan yang
tampak dari panjang gelombang cahaya yang terpantul dari wajahnya, ah entahlah
itu hanya beberapa konsepsi yang keliru dari masyarakat. Bukannya tanpa dasar,
jika benar wajahnya hitam maka dapat dipastikan wajahnya tidak akan memancarkan
gelombang. Tidak perlu memiliki wajah hitam untuk bisa memancarkan radiasi
panas. Senyum dari bibir merah yang ia punya sudah cukup untuk menghangatkan
sekelilingngya walau terkadang gelak tawa juga sering terdengar dari mulutnya.
Badannya memiliki massa yang berkisar antara 42 kg-45 kg. Beberapa
teman-temannyamenyebut besaran tersebut sebaga berat bukan massa. Kalau tentang
ini kita tidak bisa menyebutnya keliru atau dalam bahasa lebih keren namanya
miskonsepsi tapi salah konsep. Oh iya hampir lupa namanya ahmad. Serang
guru honorer fisika. Cita-cita ia waktu kecil menjadi seorang pilot. Namun,
takdir berkata lain. Di masa depan ia berharap takdir membawanya mengunjungi
beberapa kota di masing-masing benua dan bertemu dengan yang sefrekuensi dalam
do’a . Kita aminkan Saja.
Saat ahmad berada
dalam ruangan TU. Hujan mulai turun, menggema di atap-atap ruangan. Meskipun
atap sekolah sudah tua, tapi masih bisa menahan kuatnya tekanan yang dihasilkan
dari rintik-rintik hujan. Hujan tersebut membuyarkan rencana Ahmad untuk
pulang. "Namanya juga hujan, aku tidak tau kapan dan dimana tepatnya akan
jatuh. Aku hanya bisa berdo’a ini hujan rahmat. Ah, begitu juga dengan hati ini”
Gumam ahmad dalam hati. Sembari menunggu
reda. Ia berusaha berniat untuk tidur sementara waktu. Sebuah meja panjang
ditengah ruangan dengan tinggi sekitar 1,1 m +/- 0,05 m. Tampak begitu nyaman
untuk merebahkan badan. Meja tersebut tampak memiliki kesetimbangan yang bagus,
torsinya bernilai nol.
...............................
Tidak butuh waktu
lama untuk ahmad terlelap. Kira-kira beberapa sekon saja. Ia terlelap kedalam tidur, beberapa orang menyebut ini
kondisi dimana otak memancarkan gelombang gamma.
...............................
Hujan mulai mereda,
ruanganpun bertambah sunyi. Frekuensi dari gelombang suara tikus juga tidak terdengar.
Meskipun demikian, percayalah! Ruangan ini masih kalah sunyi dengan angkasa
luar. Diangkasa luar sana gelombang suara tidak dapat merambat. Hanya gelombang
elektromagnetik yang dapat melaluinya. Mengapa? Yah dia angkasa luar
tidak ada medium perambatan, yang ada hanya berkas berkas cahaya dari bintang
bintang atau beberapa berkas supernova yang entah berasal dari mana. Kita
Disana kita hanya bisa mendengar nyanyian semesta melalui gelombang gravitasi. Gelombang
gravitasi? Riak-riak semesta yang diprediksi oleh Einstein satu abad yang lalu
dan baru terbukti di abad ini. Begitulah semesta penuh misteri yang menunggu
untuk dipecahkan. Semua sudah ditetapkan sang empunya aturan Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa.
Gubrakkk....
Beberapa Desibel suara di hasilkan dari sumber suara yang boleh jadi diatas
ambang kebisingan. Seketika itu pula
Ahmad tiba-tiba
terbangun dari tidur lelapnya. Entah bagaimana semesta menjelaskan. Dalam
secercah waktu, dimensi ruang dan waktu disekelingnya berhenti sesaat. Tubuhnya
sekarang tergelak takberdaya di lantai semen yang agak berdebu dan beberapa
butiran pasir yang tidak lebih banyak dari bintang di langit. Ia merasakan
perih di bagian wajahnya. Kepala dan leher ahmad juga terasa perih. Kelajuan
detak jantungnya mengalami akselerasi, begitu pula dengan napasnya. Butuh
beberapa saat hingga ia mampu mengumpulkan energi dan mengubahnya menjadi gaya
dorong mengangkat tubuh. Apa yang terjadi? Ternyata ia terjatuh bebas dengan
percepatan kurang lebih 9,8 m/s^2. Ia coba mengira-ngira berapa newton gaya
reaksi lantai yang menghantam badannya. Namun, ia masih linglung. “Ah biarlah,
buat apa coba’ menghitung. Inikan hanya fenomena alam biasa”. Ia hanya bisa
bersyukur “Alhamdulillah” hanya wajahnya yang memar. Boleh jadi ia selamat dari
patah leher atau patah-patah yang lain.
..............................
Coba hitung
besaran besaran yang terjadi sesaat sebelum dan sesudah ahmad terjatuh?
*Jika ada beberapa istilah yang salah mohon dikomentari