Puasa 'Asyura. Alhamdulillah Allah S.W.T masih mempertemukan kita dengan bulan muharram. Salah satu amalan yang istimewa pada bulan ini adalah puasa pada hari 'Asyura. Hari 'Asyura jatuh pada tanggal 10 Muharrom.
Karena saya masih belum berani membuat tulisan sendiri tentang hari 'Asyura jadi saya cari dan ambilkan artikel dari Ustadz Syahrul Fatwa bin Luqman berikut ini.
Sejarah Puasa Asyura
‘Asyura
adalah hari kesepuluh pada bulan Muharrom(Syarah
Shahih Muslim 8/12, Fathul
Bari, Ibnu Hajar 4/671, Mukhtashor Shahih Muslim, al-Mundziri
hal.163-Tahqiq al-Albani, al-Mughni 4/441, Subulus
Salam, as-Shon’ani 2/671). Dia adalah hari yang mulia. Menyimpan
sejarah yang mendalam, tak bisa dilupakan.
Ibnu
Abbas berkata: “Nabi tiba di Madinah dan dia mendapati orang-orang Yahudi
sedang berpuasa A’syuro. Nabi bertanya: “Puasa apa ini?” Mereka menjawab: “Hari
ini adalah hari yang baik, hari dimana Allah telah menyelamatkan Bani Israil
dari kejaran musuhnya, maka Musa berpuasa sebagai rasa syukurnya kepada Allah.
Dan kami-pun ikut berpuasa. Nabi berkata: “Kami lebih berhak terhadap Musa
daripada kalian”. Akhirnya Nabi berpuasa dan memerintahkan manusia untuk
berpuasa. (HR.Bukhari: 2004, Muslim: 1130)
Fase
pertama: Beliau berpuasa di Mekkah dan tidak memerintahkan manusia
untuk berpuasa.
Aisyah
menuturkan: “Dahulu orang Quraisy berpuasa A’syuro pada masa jahiliyyah. Dan
Nabi-pun berpuasa ‘Asyura pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau hijrah ke
Madinah, beliau tetap puasa ‘Asyura dan memerintahkan manusia juga untuk
berpuasa. Ketika puasa Ramadhon telah diwajibkan, beliau berkata: “Bagi yang
hendak puasa silakan, bagi yang tidak puasa, juga tidak mengapa”. (HR.Bukhari: 2002, Muslim:
1125)
Fase
kedua: Tatkala beliau datang di Madinah dan mengetahui bahwa orang
Yahudi puasa ‘Asyura, beliau juga berpuasa dan memerintahkan manusia agar
puasa. Sebagaimana keterangan Ibnu Abbas di muka. Bahkan Rasulullah menguatkan
perintahnya dan sangat menganjurkan sekali, sampai-sampai para sahabat melatih
anak-anak mereka untuk puasa ‘Asyura.
Fase
ketiga: Setelah diturunkannya kewajiban puasa Ramadhon, beliau tidak
lagi memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa A’syuro, dan juga tidak
melarang, dan membiarkan perkaranya menjadi sunnah (Bahkan para ulama telah sepakat bahwa puasa ‘Asyura sekarang
hukumnya sunnah tidak wajib. Ijma’at Ibnu Abdil Barr 2/798,
Abdullah Mubarak Al Saif, Shahih Targhib wa Tarhib, al-Albani
1/438, Tuhfatul Ahwadzi, Mubarak Fury 3/524, Aunul Ma’bud,
Syaroful Haq Azhim Abadi 7/121)sebagaimana
hadits Aisyah yang telah lalu.
Fase
keempat: Pada akhir hayatnya, Nabi bertekad untuk tidak hanya puasa
pada hari A’syuro saja, namun juga menyertakan hari tanggal 9 A’syuro agar
berbeda dengan puasanya orang Yahudi.
Ibnu
Abbas berkata: “Ketika Nabi puasa A’syuro dan beliau juga memerintahkan para
sahabatnya untuk berpuasa. Para sahabat berkata: “Wahai Rasululloh, hari Asyura
adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashoro!! Maka Rasululloh berkata:
“Kalau begitu, tahun depan Insya Allah kita puasa bersama tanggal sembelilannya
juga”. Ibnu Abbas berkata: “Belum sampai tahun depan, beliau sudah wafat
terlebih dahulu”. ( HR.Muslim:
1134)
Keutamaan Puasa Asyura
Hari
‘Asyura adalah hari yang mulia, kedudukannya sangat agung. Ada keutamaan yang
sangat besar.
Imam
al-Izz bin Abdus Salam berkata: “Keutamaan waktu dan tempat ada dua bentuk;
Bentuk pertama adalah bersifat duniawi dan bentuk kedua adalah bersifat agama.
Keutamaan yang bersifat agama adalah kembali pada kemurahan Allah untuk para
hambanya dengan cara melebihkan pahala bagi yang beramal. Seperti keutamaan
puasa Ramadhon atas seluruh puasa pada bulan yang lain, demikian pula seperti
hari ‘Asyura. Keutamaan ini kembali pada kemurahan dan kebaikan Allah bagi para
hambanya di dalam waktu dan tempat tersebut”. (Qowaid al-Ahkam,
al-‘Izz bin Abdis Salam 1/38, Fadhlu ‘Asyura wa Syahrulloh al-Muharrom,
Muhammad as-Sholih hal.3) Diantara
keutamaan puasa ‘Asyura adalah;
1- Menghapus
dosa satu tahun yang lalu
Rasululloh
bersabda:
صِيَامُ يَوْمِ
عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Puasa
‘Asyura aku memohon kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu (HR.Muslim: 1162)
Imam
an-Nawawi berkata: “Keutamaannya menghapus semua dosa-dosa kecil. Atau boleh
dikatakan menghapus seluruh dosa kecuali dosa besar”. ( Majmu’
Syarah al-Muhadzzab, an-Nawawi 6/279)
2- Nabi
sangat bersemangat untuk berpuasa pada hari itu
Ibnu
Abbas berkata:
مَا رَأَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ
فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا الْيَوْمَ: يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا
الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
Aku
tidak pernah melihat Nabi benar-benar perhatian dan menyengaja untuk puasa yang
ada keutamaannya daripada puasa pada hari ini, hari ‘Asyura dan puasa bulan
Ramadhon. ( HR.Bukhari:
2006, Muslim: 1132)
3- Hari dimana Allah menyelamatkan Bani Isroil
Ibnu
Abbas berkata: “Nabi tiba di Madinah dan dia mendapati orang-orang Yahudi
sedang berpuasa A’syuro. Nabi bertanya: “Puasa apa ini?” Mereka menjawab: “Hari
ini adalah hari yang baik, hari dimana Allah telah menyelamatkan Bani Israil
dari kejaran musuhnya, maka Musa berpuasa sebagai rasa syukurnya kepada Allah.
Dan kami-pun ikut berpuasa. Nabi berkata: “Kami lebih berhak terhadap Musa
daripada kalian”. Akhirnya Nabi berpuasa dan memerintahkan manusia untuk
berpuasa juga”. ( HR.Bukhari:
2004, Muslim: 1130)
4-
Puasa ‘Asyura dahulu diwajibkan
Dahulu
puasa ‘Asyura diwajibkan sebelum turunnya kewajiban puasa Ramadhan. Hal ini
menujukkan keutamaan puasa ‘Asyura pada awal perkaranya.
Ibnu
Umar berkata: “Nabi dahulu puasa ‘Asyura dan memerintahkan manusia agar
berpuasa pula. Ketika turun kewajiban puasa Ramadhan, puasa ‘Asyura
ditinggalkan”. (HR.Bukhari: 1892, Muslim:
1126)
5- Jatuh
pada bulan haram
Nabi
bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ
بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
Puasa
yang paling afdhol setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah
al-Muharrom.( HR.Muslim:
1163)
Semoga
kita diberi kemudahan untuk melaksanakan puasa Asyura. Hanya Allah yang memberi
taufik dan hidayah.
—
[1] Syarah
Shahih Muslim 8/12, Fathul Bari, Ibnu Hajar 4/671, Mukhtashor
Shahih Muslim, al-Mundziri hal.163-Tahqiq al-Albani, al-Mughni 4/441, Subulus
Salam, as-Shon’ani 2/671
[5] Bahkan
para ulama telah sepakat bahwa puasa ‘Asyura sekarang hukumnya sunnah tidak
wajib. Ijma’at Ibnu Abdil Barr 2/798, Abdullah Mubarak Al
Saif, Shahih Targhib wa Tarhib, al-Albani 1/438, Tuhfatul
Ahwadzi, Mubarak Fury 3/524, Aunul Ma’bud, Syaroful Haq Azhim
Abadi 7/121
[7] Qowaid
al-Ahkam, al-‘Izz bin Abdis Salam 1/38, Fadhlu ‘Asyura wa
Syahrulloh al-Muharrom, Muhammad as-Sholih hal.3
—
Penulis: Ustadz Syahrul
Fatwa bin Luqman (Penulis Majalah Al Furqon Gresik) | Sumber: https://muslim.or.id/23090-keutamaan-puasa-asyura-dan-sejarahnya.html