Pergerakan Mahasiswa. Menilik
sejarah panjang G 30 S PKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia),
tidak terlepas dari berbagai macam perlawanan. Aksi-aksi dari berbagai kalangan
pemuda mewarnai gejolak politik Indonesia guna menuntut keadilan pemerintah
yang kala itu masih dipimpin oleh Ir. Soekarno. Hingga G 30 S PKI itu sudah
teratasi di akhir tahun 1965, perlawanan masih terus berlanjut.
Sisa-sisa
pemberontakan PKI masih tetap dirasakan rakyat Indonesia. Pegaruh besar Partai
Komunis diyakini masih bergerilya dalam lingkup pemerintahan. Kestabilan
politik, keamanan, dan ekonomi Negara menjadi kacau balau. Perekonomian semakin
terpuruk dengan adanya inflasi yang meresahkan rakyat. Terlebih Presiden
Soekarno tidak mengambil tindakan tegas, membuat pemuda Indonesia merasa harus
mengambil sikap secepatnya.
Pemuda
Indonesia yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI
(Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) mulai melakukan perlawanan menuntut
penyelesaian oknum-oknum PKI yang masih berseliweran dalam politik
pemerintahan. Perlawanan tersebut mendapat dukungan tambahan ketika gerakan
lainnya, seperti KABI (buruh), KASI (sarjana), KAWI (wanita), KAGI (guru) dan lain-lain mulai menyatukan barisan.
Kemudian pada 26 Oktober 1965, gerakan-gerakan tersebut menyatukan komando
menjadi satu front, yakni Front Pancasila.
Lahirnya
Front Pancasila menjadi tonggak awal alur demonstrasi rakyat terhadap
pemerintahan Soekarno. Perlawanan yang semakin panas dan keadaan ekonomi
Indonesia yang semakin memburuk
akibat pengaruh kenaikan harga bensin,memicu inflasi hingga harga kebutuhan
pokok lain ikut meningkat. Membuat pemuda Indonesia menyuarakan
aspirasi mereka.. Aspirasi
tersebut tertuang dalam sebuah tuntutan, Tri Tuntunan Hati Nurani Rakyat yang lebih dikenal dengan
sebutan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat).
Front Pancasila yang dipelopori oleh
KAMI dan KAPPI mendatangi DPR-GR Pada 10 Januari 1966 guna mengajukan tiga buah tuntutan, yaitu:
- Pembubaran
PKI beserta ormas-ormasnya
- Perombakan kabinet
Dwikora
- Turunkan harga sembako
Aksi Tritura tersebut melahirkan
aksi-aksi lainnya yang berkepanjangan. Pada tanggal 24
Februari 1966, pada saat pelantikan Kabinet 100 Menteri, para mahasiswa,
pelajar dan pemuda memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka. Terjadi bentrok
dengan pasukan Cakrabirawa yang mencoba menghadang. Demonstrasi semakin memanas
hingga menyebabkan gugurnya mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief
Rachman Hakim. Bentrokan
terjadi dan mengakibatkan gugurnya Arief Rahman Hakim yang semakin membuat
gerakan mereka solid. kemudian mahasiswa membentuk Laskar Arief
Rahman Hakim yang terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi di Jakarta.
Menindaklanjuti aksi tersebut, berdasarkan keputusan Panglima Komando Ganyang Malaysia (Kogam) yaitu Presiden Soekarno sendiri, KAMI dibubarkan. Namun hal tersebut tidak membuat barisan pemuda Indonesia mundur.
Menindaklanjuti aksi tersebut, berdasarkan keputusan Panglima Komando Ganyang Malaysia (Kogam) yaitu Presiden Soekarno sendiri, KAMI dibubarkan. Namun hal tersebut tidak membuat barisan pemuda Indonesia mundur.
Pemuda
masih bersikukuh mengawal gerakan-gerakan mahasiswa untuk melanjutkan Tri
Tuntutan Rakyat (Tritura). Hingga gerakan Tritura mencapai puncak ketika keluarnya
Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Surat ini menginstruksikan Mayor Jenderal Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu, salah satu diantaranya ialah membubarkan Partai Komunis Indonesia dan ormas-ormasnya.
Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Surat ini menginstruksikan Mayor Jenderal Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu, salah satu diantaranya ialah membubarkan Partai Komunis Indonesia dan ormas-ormasnya.
Mahasiswa yang berjuang saat itu sekarang dikenal dengan
angkatan 66 Dikutip dari website http://socio-politica.com Bung
Tomo, April 1966 dengan rendah hati mengakui bahwa Angkatan 66 lebih
hebat daripada Angkatan 45. Berbeda
dengan Angkatan 45 yang berjuang dengan bedil, Angkatan
66 berjuang tidak dengan senapan, tapi dengan “keberanian, kecerdasan,
kesadaran politik, motif yang murni”. Dengan semua itu Angkatan 66 “memberi
arah baru pada sejarah nasional Indonesia”. Kendati sejarah tentang peranan
Angkatan 66, telah menjadi bagian dari arsip yang berdebu sejalan berlalunya
waktu, tetap saja harus dicatat bahwa generasi muda yang bergerak waktu
itu adalah kelompok paling konseptual selain tokoh-tokoh kemerdekaan tahun 1945
sepanjang sejarah republik ini.
Bagaimana dengan mahasiswa hari ini? Sudahkah memaikan
perananannya sebagai mahasiswa sesungguhnya? Apakah harus ada tritura kedua
untuk era saat ini ?
Hidup Mahasiswa !
intinya apa nih
BalasHapus