Maaf, Buang dulu gadgetmu baru kita ketemuan

Tak teguran via Zopini
Judulnya agak gimana gitu’ bukan buang dalam artian sebenarnya ya, tapi kalo kamu mau boleh (buang ke kantong tas ku aja, saya rela kok asalkan kamu rela #eak). Tulisan ini saya tujukan khususnya untuk diri saya sendiri. Sebagai pengingat dan penyemangat. Juga buat teman" yang suka ber haha hehe senyum" atau sedih sendiri memandang layar.

Pagi ini (09.00/16-01-16) saya menyempatkan diri mampir ke perpustakaan daerah. Walaupun sabtu saya tetap kekampus, karena ada beberapa pekerjaan yang akan harus diselesaikan (soalnya kalo dirumah kagak kelar-kelar nih pekerjaan, malas.red). Hari sabtu jam buka perpus agak siang (08.30). Saya sampai di perpus sekitar jam 08.40an dan ternyata dugaan saya tepat. Perpus masih belum buka, petugasnya masih belum datang (kejebak macet pontianak #eak). Nah, saat itu  saya sampai di perpus dengan satu orang lain. Saat dia tau perpus belum buka di bilang “hancor ee” :D. Trus saya bilang kalo sabtu dan minggu emang kaya’ gini. Pegawainya sering telat (mungkin kejebak macet,gumam saya dalam hati), Kami pun duduk bertiga. Satu orang lagi sudah datang lebih awal dari kami. Mungkin karena tidak mengenal satu sama lain jadinya agak kurang topik untuk mengobrol. Dan akhirnya ceng-ceng, dua orang  didepan saya menundukkan kepala. Memandang layar dan tanpa ekspresi. Tampak mereka begitu serius. Tidak mau kalah dari mereka saya pun mengeluarkan gadget saya. Sebuah gadget merk terkenal dari finlandia(tidak mau kalah dong tentunya). Berhubung hapi saya gak pintar pintar amat (bukan smartphone). Jadi saya pura-pura main juga daripada dikacangin mending ngacangin juga’ . kacang-kacang :D. Terimakasih sudah membaca ceritanya sekian dulu. Eits, pembahasannya masih belum ya. Oke lanjut
Peristiwa seperti ini (sibuk dengan gadget) sebenarnya hanya sebagain dari kisah memilukan saya saat berkumpul dengan orang orang yang punya gadget keren. Mungkin, cerita pengantar tersebut wajar terjadi. Secara gitu, kita tidak saling mengenal dan untuk pertemuan pertama wajar terjadi. Nah, untuk teman yang udah akrab dan kenal lama di zaman sekarang sudah sering terjadi. Terkadang saya memerankan dua tokoh sekaligus pelaku dan korban sekaligus. Ngumpul bareng teman, Janjinya mau ngumpul ngomongin dunia masal lalu dan massa depan tapi kenyataannya ngomongin dunia maya nya masing masing (curhat lagi) . Tapi, gak semua juga sih kayak gitu.
Saya sependapat dengan Riana di laman kompasiana  bahwa :
“Duet perkembangan teknologi yang telah mengubah dunia makin modern hingga detik ini, yaitu internet dan gadget. Inilah yang menimbulkan sebuah fenomena tragis dimana seluruh manusia di bumi ini mengubah kesehariannya menjadi ‘menunduk’. Saat berjalan mencari makan, banyak orang menunduk sambil buka-buka ponselnya. Saat sampai di kantor, bukan langsung bekerja tapi malah menunduk membuka gadgetnya. Saat sampai di rumah, bukannya langsung prepare bersih-bersih diri namun malah menghabiskan waktu untuk ngegame dari tabnya. Saat masuk antrian bayar pajak, bukan melihat berapa sisa antrian yang harus kita sabari, namun justru asyik menunduk karena chat dengan temannya. Dan lagi-lagi, mereka menunduk dengan bumbu cekikikan dan senyum-senyum sendiri tanpa menghiraukan keberadaan orang lain disekitarnya. Hal ini ternyata membuat kita merasa bahagia, punya teman banyak dan merdeka.
Zombie Via Google image/fb

Perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat arus informasi bergerak begitu cepat. Tak bisa dihindari, siapa saja yang tidak bisa menempatkan diri dengan baik akan hanyut dan larut tanpa memperoleh apapun bahkan bisa jadi rugi. Hingga muncul istilah Nomophobia (no mobile phone phobia) . Menurut Arly Aditya P Dikutip dari lama detik.com ada beberapa penelitian yang mengungkapkan tentang fenomena ini.  
Nomophobia (no mobile phone phobia) adalah istilah baru, yang berarti ketakutan akan dipisahkannya pengguna dengan gadget kesayangannya. Istilah ini diperkenalkan oleh peneliti dari Inggris. 
Adapun, di luar negeri sudah banyak penelitian mengenai nomophobia. Yang paling banyak dikutip adalah penelitian oleh securenvoy, sebuah perusahaan IT di Inggris. Menurut penelitian mereka, dari 1.000 responden yang menjawab polling mereka, sekitar 66 persen memiliki rasa takut kehilangan atau terpisah dari ponsel mereka. 
Sementara lebih dari 41 persen memiliki lebih dari satu smartphone. Hal ini memprihatinkan, karena beberapa tahun yang lalu, survey serupa menyatakan bahwa hanya 53 persen responden yang takut kehilangan gadget mereka, sekarang angka itu naik ke 66 persen.
Survei yang tak kalah menarik dilakukan oleh Chicago Tribune, di Amerika Serikat, dimana lebih dari 40 persen responden menyatakan 'lebih baik tidak gosok gigi selama seminggu daripada pergi tanpa smartphone'.  Ada juga survei yang dilakukan oleh 1 Mark, yang menyatakan bahwa 75 persen responden menggunakan smartphone di kamar mandi. Namun, tidak hanya Amerika Serikat dan Inggris saja yang terkena gangguan mental ini, namun juga Australia.  Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Cisco di Australia, 9 dari 10 orang berusia dibawah 30 tahun mengakui mengalami nomophobia. Survei tersebut dilakukan terhadap 3800 pemakai smartphone.
Bagaimana dengan di Indonesia? Memang sampai sekarang belum ada data yang pasti. Namun, di Asia sendiri, nomophobia telah menjadi ancaman nyata. Berdasarkan sebuah survei yang dilakukan di India, 45% dari responden mengalami nomophobia. 
Namun menurut Dr Sanjay Dixit, seorang psikiater yang juga penelilti riset tersebut, nomophobia belum dimasukkan dalam kategori 'phobia' secara resmi oleh buku teks Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association.  Meski demikian, menurut Dr Dixit, semakin banyaknya pengguna gadget yang nomophonia dapat saja mencapai skala epidemik “(Detik.com)
Nomophobia Via trenhunter

Berikut ini efek secara umum yang diakbitkan oleh nophobia
1.       Komunikasi antar manusia secara tatap muka jadi makin jarang
2.        Generasi muda kini lebih suka berkomunikasi via gadget (email, chatting, Twitter, Facebook), daripada tatap muka langsung.
3.       Orang jadi jarang mengamati lingkungan sekitar, karena lebih tenggelam dengan gadgetnya. Akibatnya, rasa peduli pada sekitar berkurang, justru lebih mempedulikan isu-isu di socmed dari gadgetnya.
4.     Manusia dapat saja teralineasi oleh mesin. Masih ingat film wall-e dimana robot melayani manusia yang menjadi pemalas? Pada saat itu, manusia akan menjadi apatis dan anti sosial
Nah. Bagaimana cara mengatasi nophobia (kalo berhasil Alhamdulillah):
1.       Pastinya perbanyak kegiatan diluar ruangan
2.       Atur waktu kita saat menggunakan gadget
3.       Usahakan untuk puasa pada notifikasi gadgetmu.
4.       Hey lihatlah sekelilingmu. Dunia itu nyata, jangan duakan temanmu dengan alat yang bisa rusak saat diceburin ke ari :D
5.       Buat peraturan saat bertemu atau berkumpul dengan teman tidak boleh memakai gadget
6.       Matikan gadget saat tertentu minimal di silent tanganmu untuk memegan gadget (eh salah profil gadgetnya maksud saya), misalnya saat kuliah (buat jadi kebiasaan)
7.       Matikan notifikasi,
8.       Hemat kuota pangkal kaya. Kaya hati, kaya perasaan
9.       Banyak banyak berdo’a J
Mungkin ini saja tipsnya, soalnya saya belum pengalaman. Soalnya biasa gadget saya suka sembunyi.
Tetapi, patut dicatat bahwa ada banyak hal hal bermanfaat jika kita menggunakan gadget dengan bijak dan pintar. Lebih pintar dari smartphone yang dipegang. Jangan mau di perbudak oleh gadget  
Semoga kedepan internet lancar dan gratis agar tak perlu memusngkian paket data (eh eh) wkwkw

Terimakasih mohon maaf apabila ada kata yang salah

Source : Terteral langsung di artikel

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama